Iman Naik Turun
Beberapa bulan yang lalu, salah seorang teman
tiba-tiba chat sangat random. "Cete lagi sibuk gak?" dan percakapan
kita jadi panjang banget dan aku gak expect sama sekali dia bisa cerita kayak
gini sama aku. Barusan mau buka lagi chat nya ternyata yang bersangkutan akun
line nya sudah deactive.
Aku kurang inget gimana exact isi chatnya tapi
masih ingat betul garis besarnya. Jadi dia ini seorang perempuan. Berjilbab.
Dulu, akhir-akhir SMA jilbabnya sudah baik. Sesuai syariat, menutupi dada,
pakai rok dan kaos kaki juga. Tapi semenjak awal kuliah, I don't know why, dia
balik lagi pake jeans dan juga jilbabnya diselempangin ke pundak. Awal-awal aku
kaget. Ini anak kok gini. Cuma gak berani tanya karena aku pribadi gak mau
masuk dalam ranah agama seseorang. Maksudnya, dia sebenarnya sudah sangat tau
kalo yang dia lakuin itu gak bener. Dia tau hukumnya. Tapi dia masih ngelakuin
itu. So I have no right even to ask why she did this. Terus karena
dia cerita ini, yang sebenernya udah 3 tahun berlangsung semenjak awal kuliah,
aku jadi tau kenapa dia kayak gini.
Awalnya aku juga bingung harus menanggepin gimana
tapi aku coba sebisa mungkin ngebantu karena mungkin yang dia perluin hanya
someone to heard. Jadi dia cerita kalo selama ini dia pribadi gak tau apa yang
sebenernya terjadi sama dia. She is lost. Dia lost dari agamnya
sendiri. Dia kayak gak suka, dia gak mau, dan the worst is she consider that
she no longer a Muslim. Dia sampai berfikir apa sih agama gue ini? Gue bener
gak sih menjadi Islam ini? Parah kan? Dan itu berlangsung selama kurang lebih 3
tahun. Tapi alhamdulillahnya, Allah kasih dia hidayah. Dalam bentuk apa? Dalam
bentuk kesadaran, bahwa selama ini dia salah. Selama ini dia hilang. Selama ini
dia sendiri yang menjauh. Dia berada dalam posisi iman yang bener-bener drop.
Lagi jauh-jauhnya sama Allah. Dia ninggalin solat wajib, dan dia merasa biasa
aja. Dan ketika ngejalanin solat, dia pun merasa biasa. Hanya penggugur
kewajibannya aja. Aku langsung kayak ketampar. Loh aku merasa gitu jugaa! Ada
kalanya aku sangat butuh Allah dan dengan sholat aku tenang, tapi ada kalanya
juga aku solat hanya untuk formalitas. Untuk pembenaran "lah yaudah
yang penting udah sholat"
Terus dia tanya gimana caranya ngatasi ini. Aku
pun mikir keras. Gak mau salah jawab. Karena untungnya dia dateng ke aku.
Bukan. Bukan merasa iman aku lebih baik, dari dia. Tapi setidaknya kami sedang
sama-sama belajar menuju jalan yang Allah ridhoi. Coba kalo dia dateng ke teman
yang lagi lost juga. Bisa makin buruk. Terus aku inget beberapa waktu yang lalu
(sebelum cerita itu) aku denger ceramah yang isinya kurang lebih gini "Keimanan
manusia itu memang naik turun. Itu udah merupakan fitrahnya manusia. Tapi
gimana caranya kita bisa naikin keimanan itu lagi. Dan yang lebih penting
gimana caranya keimanan kita gak jauh turunnya dari level yang udah kita capai
sekarang. Misal kita lagi di level 7, ya jangan turun sampe level 2 atau 3,
karena akan sangat susah untuk naikinnya. Keimanan turun itu wajar. Tapi jangan
jauh-jauh dan jangan berlama-lama." Aku sampein itu ke yang
bersangkutan. Sambil remainder diri sendiri. Maksud level keimanan di sini
bukan yg berkaitan dengan pengetahuan kita tentang islam yaaa. Tapi lebih ke
rasa deket kita sama Allah. Dia bilang waduh aku berarti lagi di level 1
kali ya.
Dia juga cerita bahwa circle perkuliahan dia kurang lebih
berpengaruh. Dia banyak berteman sama laki-laki, karena
awalnya dia gak punya motor jadi kemana-mana nebeng sama temennya, dan temennya
laki-laki. Dia pun merasa seneng dan lebih akrab kalo mainnya sama temen
laki-lakinya. Lagi juga di circle perkuliahannya, jarang banget temen-temen
yang ngajak belajar agama, yang jilbabnya baik, jadi dia keikut.
Aku jadi inget sama sebuah hadis yang aku baca
dulu waktu SMA, dan jadi pegangan aku untuk mencari teman saat kuliah.
Hadistnya gini:
“Permisalan teman
yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang
pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau
engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap
mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan
apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari
5534 dan Muslim 2628) Jadi kita harus pilah-pilih teman? Menurutku iya. Karena
peran mereka sangat besar banget dalam pembentukan kepribadian kita. Kamu bisa
lihat bagaimana kepribadian seseorang ya dari bagaimana teman-temannya. Jadi
sebisa mungkin cari teman yang bisa membawa kamu ke jalan yang lebih baik, atau
paling tidak bukan teman yang mengajak dalam keburukan.
Aku bersyukur dia bisa
curhat sama aku, karena bisa jadi pengingat aku pribadi. Aku pun soalnya gitu.
Ada waktu-waktu yang kayaknya lagi seneeeeng banget deket sama Allah, tapi ada
juga waktu, yang aku sendiri, secara sadar, tau kalo aku lagi jauh banget sama
Allah. Males itu sih the real penyakitnya. Karena jujur untuk istiqomah tuh
susaaah banget. Sangat amat susah. Belom lagi kalo gak didukung dengan
lingkungan sekitar dan harus berjuang sendiri. Wah itu pasti susah banget. Cuma
ya gitu, ketika bisa ngalahin syaiton yang ngegoda kita untuk males, ngerasain
nikmatnya iman itu bukan main. Bawaannya bahagia, seneng. Gak kayak pas lagi
drop-drop nya, bawannya pengen marah aja dan sangat moody. Ini aku sih.
Yaah semoga aku, kamu,
dan kita semua selalu bisa berada dalam koridor Allah. Koridor ketaatan.
Istiqomah itu susah. Keimanan itu naik turun. Tugas kita adalah terus ikhtiar
ikhtiar berdoa sama Allah supaya Allah selalu kasih hidayah buat kita untuk
kembali ke jalannya Allah.
Aamiin.
Comments
Post a Comment